All things are One. There is no polarity, no right or wrong, no disharmony, but only identity.
All is One, and that one is love/light, light/love, The One Infinite Creator...


~Ra, humble messenger of the Law of One~

Thursday, December 25, 2008

Kisah Besar Tak-terceritakan Dibalik Perayaan 25 Desember


Pada hari ini tanggal 25 Desember 2008, seperti halnya “25 Desember” lain setiap tahunnya, dimulai sejak tahun 325 Masehi, dunia merayakan hari Natal hari yang diyakini sebagai tanggal lahirnya Yesus Kristus sang juru selamat. Namun, dibalik itu sesungguhnya ada kisah besar yang tidak diceritakan dibalik perayaan 25 Desember dan segala sesuatu diseputarnya, dan tulisan berikut ini akan bercerita tentang kisah tersebut.

Kisah ini dimulai dengan Matahari. Sebuah bintang di pinggir galaksi Bima Sakti dengan beberapa planet yang mengorbit mengitarinya merupakan obyek yang paling dikagumi, dipuja, disembah dan dieluk-elukan sepanjang sejarah manusia. Berbagai artifak arkeologis yang berasal dari puluhan ribu tahun sebelum Masehi penuh dengan berbagai ukiran, pahatan dan tulisan yang mengabadikan penghormatan dan pemujaan manusia kepada Matahari.

Hal tersebut mudah difahami karena dengan munculnya mentari setiap pagi, kita dapat melihat dengan cahayanya, kita dapat merasakan kehangatan sinarnya serta memberikan rasa aman dan menyelamatkan manusia dari gelap, dingin dan para pemangsa yang sering berkeliaran di malam hari.Tanpa kehadiran sang mentari, kebudayaan kuno menyadari bahwa benih tanaman tak dapat tumbuh dan kehidupan di muka bumi tidak akan dapat bertahan hidup.

Begitu dalamnya pemahaman mereka akan matahari, mereka juga mengikuti pergerakan matahari dan hubungannya dengan bintang-bintang sehingga mereka bisa menggunakannya untuk panduan arah dan petunjuk untuk mengantisipasi dan mengenali kejadian alam yang akan terjadi dimasa yang akan datang seperti datangnya gerhana, bulan purnama, musim kering ataupun musim salju hanya dengan mempelajari susunan bintang atau konstelasi benda langit.

Kumpulan berbagai rasi bintang inilah yang dikenal dengan zodiak, yang merupakan gambaran, konsep paling kuno yang dikenal dalam sejarah manusia. Penamaan sistem ini dengan Zodiak, berhubungan dengan proses personifikasi dari rasi-rasi bintang tersebut dengan figur tertentu seperti manusia atau binatang. Zodiak menggambarkan perjalanan “imajiner” dari sang matahari melewati 12 rasi bintang utama dalam periode waktu satu tahun rotasinya. Sistem zodiak ini juga merefleksikan 12 bulan setahun, 4 musim, titik balik matahari dan equinox, masa dimana waktu siang dan malam hari itu sama panjangnya.

Dengan kata lain, peradaban kuno tersebut tidak hanya mencatat pergerakan matahari dan bintang, namun juga mempersonifikasikannya melalui mitos menyangkut pergerakan dan hubungan antar benda-benda langit. Sang mentari, dengan karakternya sebagai pemberi dan pelestari kehidupan di muka bumi dipersonifikasikan sebagai perwakilan dari pencipta-tak-terlihat atau dewa atau Tuhan. Begitupun ke-12 rasi bintang yang mewakili “tempat” yang dilewati “Dewa Matahari” dan diidentifikasikan dengan nama-nama, biasanya menurut elemen dari alam yang menonjol pada waktu tertentu, misalnya Aquarius si pembawa-air yang merupakan pertanda mulainya hujan musim semi.

Pada jaman Mesir Kuno sekitar 3000 SM, kebudayaan mesir memuja dewa matahari yaitu Horus. Dari tulisan kuno mesir kita mengetahui bahwa Horus sebagai sang surya, sang cahaya mempunyai musuh yang dikenal dengan nama Set, dimana Set diceritakan sebagai sang kegelapan. Sehingga “ceritanya” adalah, tiap pagi Horus akan memenangkan pertempuran melawan Set, dan di malam harinya Set akan mengalahkan Horus untuk kemudian melemparkannya ke dunia-bawah, pendek kata cerita tipikal akan terang vs gelap dan baik vs jahat.

Secara ringkas cerita tentang “kehidupan” Horus adalah sebagai berikut: Horus lahir tanggal 25 Desember, dari seorang perawan (virgin) Isis-Meri. Kelahirannya dibarengi dengan kemunculan bintang di sebelah timur, dan 3 orang raja akan mengikuti bintang itu untuk menemukan lokasi si juru selamat yg baru dilahirkan itu. Pada umur 12 tahun Horus sudah menjadi guru, dan pada umur 30 dibaptis oleh seorang bijak bernama Anup untuk kemudian mendirikan dan menyebarkan ajarannya sendiri.

Horus mempunyai 12 orang murid yang menemaninya dalam perjalanan, melakukan berbagai keajaiban seperti mengobati orang yang sakit parah dan berjalan diatas air. Horus juga dikenal dengan berbagai nama julukan seperti, sang kebenaran, sang cahaya, anak pilihan Tuhan, sang penggembala dan banyak lagi yang lainnya, setelah dikhianati muridnya Typhon, Horus disalib dan dikubur selama 3 hari sebelum hidup kembali.
Karakteristik dan atribut dari Horus ini, entah itu asli atau tidak nampaknya meliputi hampir seluruh kebudayaan manusia di muka bumi, karena banyak “dewa” lainnya yang ditemukan di berbagai budaya di belahan dunia lainnya yang memiliki struktur mitologi umum yang sama.

Ribuan tahun yang lalu di wilayah yang sekarang merupakan wilayah Ankara, Turki, sebuah peradaban yang disebut Phyrigia mempunyai seorang Dewa bernama Attis,yang lahir dari perawan Nana pada tanggal 25 Desember, mati disalib, dikuburkan dan setelah 3 hari, hidup kembali.

Di India kuno, Dewa Krisna lahir dari perawan Devaki dengan bintang di timur yang menandai kedatangannya, melakukan banyak keajaiban dan menyusul kematiannya bangkit dari kuburnya untuk hidup kembali.

Di Yunani kuno, mereka memuja Dionysus, lahir dari seorang perawan pada 25 Desember, dan merupakan seorang guru yang melakukan perjalanan dan melakukan banyak keajaiban seperti mengubah air menjadi anggur, ia disebut dengan “Raja segala raja”, “Anak pilihan Tuhan”, “Awal dan Akhir” dan setelah kematiannya, bangkit hidup kembali.

Di Persia, ribuan tahun yang lalu mereka memuja Mithra, yang lahir dari seorang perawan pada 25 Desember, punya 12 pengikut, melakukan keajaiban, dan 3 hari setelah kematiannya hidup kembali, dikenal juga dengan berbagai sebutan yaitu “sang kebenaran”, “sang cahaya”, lebih menarik lagi hari suci untuk melakukan pemujaan dan penyembahan kepada Mithra adalah hari Minggu.

Kenyataan bahwa dunia ini memiliki banyak cerita tentang juru selamat dari berbagai tempat, pada berbagai periode waktu berbeda namun memiliki “kerangka cerita” yang sama, sangat mengejutkan. Namun satu pertanyaan besar tetap muncul, kenapa kerangka ceritanya harus spt itu? Kenapa harus lahir dari perawan pada 25 Desember? Kenapa harus mati 3 hari dulu baru hidup kembali, kenapa harus 12 pengikut? Untuk mengetahuinya mari kita pelajari “solar messiah” terbaru yang kita kenal di jaman modern ini.

Yesus sang kristus lahir dari perawan Mary pada 25 Desember di Bethelehem, kelahirannya ditandai oleh kemunculan bintag di langit timur, yang diikuti oleh 3 orang raja atau pendeta yang kemudian merayakan kelahiran sang juru selamat baru. Ia menjadi guru anak-anak pada usia 12 tahun, dan pada usia 30 tahun dibaptis oleh John si pembaptis untuk kemudian mulai menyebarkan ajarannya. Yesus mempunyai 12 murid yang menemani perjalanannya, dan melakukan berbagai keajaiban seperti menyembuhkan orang sakit, menghidupkan orang mati dan berjalan di ataas air. Yesus juga dikenal dengan sebutan “Raja para raja”, “Anak Tuhan”, “Sang cahaya dunia”, “sang awal dan akhir” juga berbagai nama julukan lainnya. Setelah dikhianati muridnya, Judas dan dijual seharga 30 uang perak, ia disalib, disemayamkan dalam sebuah makam dan setelah 3 hari bangkit hidup kembali untuk naik ke surga.

Pertama-tama yang harus kita sadari, prosesi kelahiran dari semua cerita tentang para juru selamat sepenuhnya merupakan fenomena astrologi. Bintang di langit timur adalah Sirius, bintang paling terang di langit malam, yang setiap tanggal 24 Desember akan segaris dengan 3 bintang paling terang di rasi bintang yang dikenal dengan nama “Sabuk Orion”. Ketiga bintang terang di rasi sabuk orion inilah yang oleh kebudayaan kuno disebut dengan “Tiga Raja”.

Posisi “Tiga Raja” dengan bintang Sirius ini pada 24 Desember malam akan membentuk garis yang menunjuk pada sebuah arah “dimana matahari akan terbit” pada 25 Desember pagi harinya. Itulah kenapa digambarkan bahwa “Tiga Raja” mengikuti “Bintang di Timur” untuk menemukan lokasi terbitnya matahari – Kelahiran sang Surya, sang Cahaya dunia.

Sang perawan Mary adalah rasi bintang Virgo—sang perawan, karena dalam bahasa latin virgo berarti perawan. Simbol untuk Virgo menurut budaya kuno adalah aksara “M” dengan sedikit gubahan, itulah kenapa muncul penamaan Mary yg bersama ibu-ibu perawan lainnya telah melahirkan berbagai juru selamat, seperti isis-Meri yg melahirkan Horus, atau Myrrha yang melahirkan Adonis, atau Maya yang melahirkan Buddha semua punya aksara “M” sebagai huruf depand dari nama mereka.

Virgo juga dikenal dengan “Rumah dimana roti dibuat” – House of Bread, dimana representasi dari Virgo adalahs seorang wanita membawa roti, dimana merupakan simbolisasi dari musim panen gandum pada bulan Agustus dan September. Pada kenyataannya kata Bethlehem yg merupakan nama yang diberikan pada sebuah kota di timur tengah jika diterjemahkan secara literatur adalah “House of Bread”, jadi bethelehem sebenarnya referensi budaya kuno untuk menunjukkan rasi bintang Virgo, sebuah tempat di langit dan bukan di bumi.

Masih ada fenomena menarik lainnya yang terjadi sekitar akhir desember dimana titik balik matahari pada musim dingin terjadi. Titik balik merupakan fenomena alam dimana bumi berada pada posisi sangat miring terhadap matahari, sehingga ada salah satu belahan bumi yang lebih condong kepada matahari dan belahan bumi lainnya lebih jauh dari matahari. Jadi selain berotasi pada porosnya, bumi juga mirang-miring terhadap garis lintasan orbitnya mengelilingi matahari, sehingga membuat belahan bumi di utara dan diselatan kadang mengalami siang hari yg lebih panjang dan malam hari pendek, atau sebaliknya siang hari lebih pendek dan malam hari panjang tergantung posisi kemiringan belahan bumi tersebut terhadap matahari.

Periode dari titik balik matahar di musim panas ke titik balik matahari di musim dingin membuat hari-hari menjadi lebih pendek dan bertambah dingin. Dari perspektif orang-orang di belahan bumi utara, sang surya akan terlihat bergerak ke arah utara, makin mengecil, makin jauh dan makin jarang terlihat. Memendeknya waktu siang hari dan berakhirnya masa tanam benih mendekati masa titik balik matahari di musim dingin, bagi kebudayaan kuno merupakan simbolisasi akan proses kematian. Kematian sang surya.

Pada 22 Desember, “kejatuhan” sang surya secara penuh akan tampak. Karena sang surya, setelah bergerak terus menerus ke arah selatan selama 6 bulan (akibat rotasi ditambah mirang-miringnya bumi terhadap mataharai) akan mencapai titik terendahnya yang dapat terlihat dilangit. Nah pada titik balik inilah terjadi hal yang menarik, matahari “berhenti” bergerak ke selatan, paling tidak “terlihat seakan-akan berhenti” selama 3 hari, dan selama masa “berhenti” ini matahari akan berada di dekat sekali dengan rasi bintang Salib Selatan.

Setelah masa tiga hari tersebut, pada tanggal 25 Desember pergerakan bumi akan membuat matahari terlihat mulai “bergerak” yaitu sebanyak satu derajat, namun kali ini ke arah yang berlawanan, yaitu ke utara, menandakan datangnya musim semi dimana hari-hari menjadi lebih panjang dan lebih hangat. Itulah kenapa dikatakan : Sang surya “mati” di “salib”, terkubur selama 3 hari untuk kemudian bangkit hidup kembali.

Perilaku matahari yang “mati pada penyaliban--3 hari terkubur--dan konsep kebangkitan kembali” itulah yang ditamsilkan pada semua cerita akan “sang pembawa cahaya” seperti halnya Yesus sang kristus atau para “dewa matahari” ribuan tahun yang lalu. Itu adalah periode transisi matahari sebelum berganti arah ke belahan bumi utara, membawa musim semi, kehangatan yang dapat diartikan juga membawa “keselamatan”.

Walau begitu, kebudayaan kuno tidak merayakan kebangkitan matahari sampai datangnya equinox (masa dimana panjangnya waktu siang hari sama dengan waktu malam hari) di musim semi, yaitu pada hari yang kini dirayakan sebagai hari paskah. Itu karena pada keesokan harinya setelah paskah, sang surya secara “resmi” mengalahkan sang kegelapan, karena lamanya waktu siang hari akan lebih panjang dari waktu malam hari, dan proses revitalisasi berbagai kehidupan di muka bumi mulai bermunculan.

Satu lagi simbolisme astrologi yang paling kentara sekitar certa sang pembawa cahaya adalah tentang tipikal keberadaan 12 orang murid atau pengikut. Ini hanyalah representasi dari 12 rasi bintang dalam sistem zodiak, yang sang surya, matahari terlihat “mengembara” melewati dan bersama rasi-rasi bintang tersebut.

Kebudayaan kuno menyimbolkan perjalanan matahari itu dalam bentuk “Salib Zodiak” yang bukan hanya merupakan ekspresi artistik akan perjalanan hidup “imajiner” sang Mentari atau alat untuk melacak pergerakan matahari namun juga merupakan simbol spritual mereka. Bentuk ringkas “Salib Zodiak” ini mirip dengan lambang salib yang digunakan untuk umat kristiani sekarang ini, namun ribuan tahun yang lalu di kebudayan pemuja Matahari, mereka sudah menggunakan simbol tersebut dalam kepercayaan dan ritual mereka memuja sang Surya, sang pembawa Cahaya.

Dari banyak kiasan astrologi dan astronomi yang ada di dalam Injil, yang paling penting adalah yang berhubungan dengan pengungkapan adanya suatu “zaman” tertentu. Untuk mengerti hal ini kita harus kembali mempelajari tentang equinox. Kebudayaan Mesir kuno, dan berbagai kebudayaan sebelum mereka sejak dahulu mengetahui bahwa setiap sekitar 2150 tahun, matahari yang terbit pada waktu equinox di musim semi akan berada pada rasi bintang yang berbeda dari sistem zodiak, hanya saja urutan rasi bintang yang dilewati matahari setiap 2150 tahun ini berkebalikan dengan urutan yg dilewatinya dalam siklus satu tahunan.

Fenomena ini disebut “precession of equinox” dan ternyata para kebudayaan kuno itu telah memahai hal ini sejak lama.
Waktu yang dibutuhkan oleh fenomena ini untuk mengelilingi seluruh 12 rasi bintang adalah sekitar 25.765 tahun yang disebut dengan Siklus Besar dan setiap periode 2150 tahun dari tiap rasi bintang disebut sebagai sebuah “Zaman” di banyak kebudayaan kuno di muka bumi.

Dari tahun 4300 SM – 2150 SM, merupakan masa atau Zaman Taurus, sang sapi jantan. Sedangkan periode dari tahun 2150 SM – 1 M adalah Zaman Aries, sang Domba dan periode dari tahun 1 M – 2150 M adalah Zaman Pisces, sang Ikan, zaman dimana kita masih berada sekarang ini dan sekitar tahun 2150 kita akan memasukin “Zaman Baru” yaitu Zaman Aquarius, sang pembawa air.

Pergerakan simbolis melewati 3 Zaman dan ramalan akan zaman yg keempat itulah yang direfleksikan dalam Injil. Tercatat di perjanjian lama bahwa Musa setelah turun dari gunung sinai dan mendapatkan 10 perintah, sangat marah ketika mendapati kaumnya menyembah sosok sapi emas. Penafsiran umum bahwa kemarahan Musa itu disebabkan bahwa kaum Isrel mengangkat sesembahan yang salah atau semacamnya, namun sebenarnya sapi emas itu adalah simbol Taurus sang sapi jantan, dan Musa merupakan pembawa Zaman baru, zaman Aries, sang domba. Itulah kenapa kaum yahudi sekarang ini masih membunyikan trompet dari tanduk domba, sebagai perlambang kedatangan zaman Aries yang ditandai kemunculan Musa dan seiring dengan kedatangan zaman baru, semua orang harus meninggalkan zaman lama. Sosok juru selamat lainnya sebelum masa kristiani juga menyimbolkan proses transisi yang sama, yaitu ketika sang penyelamat membunuh sang domba jantan, simbologi yang sama persis dengan perbedaan hanya pada detil-detil kecil yang tidak penting.

Sedangkan Yeseu merupakan figur yang menandai datangnya zaman baru setelah zaman Aries, yaitu zaman Pisces, sang 2 ikan yang disimbolkan dengan sangat banyak di dalam kitab perjanjian baru. Seperti “Yesus memberikan makan pada 5000 orang dengan roti dan 2 ikan”, ketika memulai ajarannya Yesus berteman dengan 2 pemancing ikan, dan secara esensial tahun yang diasumsikan sebagai kelahiran Yesus adalah tahun yang menandakan datangnya zaman Pisces.

Dalam Luke 22:10 ditanya oleh muridnya tentang kapan waktu perayaan berikutnya, Yesus menjawab : “Perhatikanlah oleh kalian ketika kalian masuk ke kota, disana ada seorang laki-laki membawa kendi air, ikutilah ia sampai kedalam rumah yang dimasukinya “. Text perjanjian baru ini merupakan pengungkapan paling jelas akan simbolisasi astrologi. Laki-laki pembawa kendi air adalah Aquarius, sang pembawa air yang selalu digambarkan dalam astrologi sebagai seorang pria menuangkan air dari sebuah kendi.

Aquarius melambangkan zaman setelah zaman Pisces, dan ketika sang surya meninggalkan zaman pisces, ia akan masuk ke zaman Aquarius karena itulah urutan rasi bintang yang “singgahi” matahari saat “precision of equinox” setiap 2150 tahunnya.
Namun kita juga mendengar tentang ramalan akan datangnya “akhir dunia”, dimana ide utamanya berasal dari penterjemahan akan ayat di Injil Mathhew 28:20 dimana Yesus dikabarkan berkata “Aku akan bersama kalian bahkan sampai akhir dunia”, tetapi pada Injil versi King James, kata “dunia” merupakan kesalahan terjemahan diantara banyak kesalah terjemahan lainnya.

Kata asli yang digunakan sebenarnya adalah “aeon” yang lebih tepat berarti “zaman” dan bukan dunia atau bumi. Penterjemahan tersebut ternyata benar adanya, karena Yesus sebagai personifikasi zaman Pisces akan bersama kita hingga akhir zaman—zaman Pisces, dan baru akan berakhir ketika sang surya memasuki zaman “baru” berikutnya, yaitu zaman Aquarius, sang pembawa air.

Menyimak kerangka cerita dari para juru selamat ini kita akan menemukan bahwa kemiripan dari satu kisah dengan kisah lainnya sangat mencengangkan, seperti kita melihat karya satu orang dijiplak beberapa kali oleh orang lain. Sebagai contoh, kisah tentang dewa matahari Mesir, Horus yang terukir sekitar 3500 tahun yang lalu di dinding kuil Luxor di mesir, menggambarkan serangkaian prosesi dimulai dengan pengungkapan kepada perawan Isis-Meri bahwa ia akan mengandung Horus, pembuahan ajaib di rahim Isis oleh Neft sang ruh suci, hingga prosesi kelahiran sang pembawa cahaya dan perayaannya.

Begitu pula kisah tentang Nuh dan Bahteranya, konsep akan adanya Banjir Besar ditemukan ada di mana-mana disepanjang sejarah kuno manusia, tak kurang sekitar 200 lokasi mengklaim peristiwa tersebut terjadi pada suatu waktu yang lampau. Salah satu sumber yang paling dekat dengan masa pre-kristiani adalah Epos Gilgamesh, diukir pada 2600 SM, epos ini menceritakan Banjir besar yang dikirimkan Tuhan, lalu ada Bahtera untuk menyelamatkan para binatang kedalamnya, semua sangat mirip dengan kisah Nuh dalam Injil.

Kisah tentang Musa juga berbagai kesamaan, yaitu bahwa ia ketika dilahirkan dihanyutkan didalam keranjang di sebuah sungai untuk menghindari pembunuhan anak bayi yang dilakukan penguasa saat itu, dan kemudian ia akan diselamatkna oleh seorang keluarga kerajaan dan dibesarkan sebagai seorang pangeran. Kisah tentang bayi dalam keranjang yang dihanyutkan ini diambil dari mitos Sargon dari Akkad, ditulis sekitar tahun 2250 SM, Sargon dihanyutkan dalam keranjang ketika lahir, dan diselamatkan oleh Akki, selir seorang raja.

Lebih jauh dari itu, Musa dikenal sebagai pembawa Aturan, pembawa 10 perintah Tuhan, namun ide tentang seperangkat aturan dan perintah dari Tuhan diberikan pada seorang pembawa berita di sebuah gunung juga merupakan “modus klasik”. Dalam sejarah mitologi, Manou dari India adalah pembawa aturan paling terkenal, di Crete, Yunani, Minos mendaki gunung Dicta dimana Zeus memberinya aturan dan perintah dewata, sementara di Mesir, Mises membawa turun perintah Tuhan yang tertulis pada sebuah kepingan batu.

Meyinggung perihal 10 perintah-Tuhan Musa, kesemuanya diambil dari uraian no. 125 dari “Egyptian Book of the Dead”, Buku sang kematian dari Mesir. Apa yang tertulis di buku itu sebagai kalimat “Aku tidak mencuri” menjadi “kamu tidak boleh mencuri”, “Aku tidak membunuh” menjadi “kamu tidak boleh membunuh” dan “Aku tidak berbohong” menjadi “kamu tidak boleh bersumpah palsu” demikian seterusnya.

Nampaknya kepercayaan mesir kuno adalah fondasi utama dari teologi yahudi-kristiani. Pembaptisan, hidup setelah mati, hari pengadilan, lahir dari seorang perawan, kebangkitan kembali, penyaliban, bahtera, juru selamat, banjir besar, paskah, natal dan banyak hal lainnya merupakan atribut-atribut dari kepercayaan pemuja matahari Mesir kuno, jauh sebelum masa kemunculan teologi yahudi-kristiani.

Apakah itu berarti figur yang dikenal sebagai Yesus itu hanyalah figur mitologi dan secara historis tidak pernah ada? Well...jawabannya ada di tangan anda masing-masing, yang jelas diluar dari keterangan yang ada dalam kitab-kitab agama, belum ada catatan sejarah lain yang meyakinkan akan keberadaan Yesus secara historis.
Tentunya untuk seorang besar yang bangkit dari kuburnya, naik ke langit dihadapan banyak orang, dan mampu melakukan banyak keajaiban, kita akan berharap ia akan masuk ke dalam catatan sejarah yang akan banyak ditulis orang, bila perlu masuk buku rekor semacam “Guiness book of records”, namun nyatanya tidaklah demikian, dokumen historis tentangnya belum pernah ada sampai sekarang.

Kiasan berupa personifikasi didalam sebuah cerita, kisah, legenda ataupun mitologi sebenarnya hanyalah penyederhanaan dari sebuah realitas yang coba di komunikasikan, sebagai “alat” mitologi tidak mempunyai nilai intrinsik akan baik atau buruk, negatif atau positif didalam eksistensinya, manusialah dengan segala motifnya, yang bertanggung jawab dalam penciptaan dan penggunaan kisah ataupun mitologi tersebut.
Seperti halnya yang terjadi pada sekitar tahun 325 M di Roma, kaisar constantine mengadakan rapat “konsili Nicea”, yang mana ketika itu disadari adanya kebutuhan dari kekuatan politis yang berkuasa saat itu untuk memilik “alat kontrol sosial” guna mengendalikan masyarakat banyak. Hasil dari pertemuan tersebut adalah disusunnya sebuah doktrin kristiani dengan figur sentral Yesus yang merupakan adaptasi dari “Old Testament”, perjanjian lama dengan figurnya Joseph.

Salah satu modus utama dari adaptasi mitologi adalah aspek pengalihan atribut seorang karakter kepada karakter yang baru dalam kisah yang akan disususun. Dalam Old Testament, dikisahkan Joseph dilahirkan secara ajaib dari rahim seorang perawan. Yesus dilahirkan secara ajaib dari rahim seorang perawan. Joseph memiliki 12 saudara, Yesus memiliki 12 murid. Joseph dijual untuk 20 keping perak. Yesus dijual untuk 30 keping perak. Joseph dikhianti oleh saudaranya Judah, Yesus dikhianati oleh muridnya Judas. Joseph memulai ajarannya pada usia 30, Yesus memulai ajarannya pada usia 30, begitu seterusnya.

Sejak kemunculan doktrin kristiani yang dilandasi motif politis itulah, institusi dan otoritas keagamaan diciptakan, dan sejak saat itu hingga 1600 tahun kemudian, institusi ini menguasai cengkraman politisnya diseluruh eropa, mengontrol umat kristiani melewati “masa kegelapan”, masa perang salib dan perang dunia, kesemuanya merupakan masa-masa pertumpahan darah dalam sejarah manusia.

Doktrin politis keagamaan inilah yang memberikan eksistensi bagi institusi keagamaan, sebagai otoritas tertinggi yang secara sepihak mengklaim kepemilikan atas “hak dan wewenang” untuk menentukan “kebenaran” dan menuntut kepatuhan total, ketaatan buta dari umatnya kepada otoritas keagamaan.

Kiasan, kisah dan mitologi digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan-tujuan picik dan egois manusia, dalam bentuk doktrin kaku yang berfungsi untuk memecah belah manusia, dengan menjanjikan pengikutnya bahwa mereka ada di jalan yang paling benar, jalan satu-satunya menuju keselamatan, untuk kemudian mengendalikan mereka melalui institusi keagamaan guna mencapai motif-motif egoistis mereka sendiri.

Sistem keagamaan institusional seperti ini merupakan sabotase terbesar sepanjang zaman, karena sistem ini mereduksi tanggung jawab manusia, karena dengan alasan Tuhan mengendalikan semua hal, kejahatan kemanusiaan berat seperti pembunuhan, perbudakan dan penjajahan dapat dibenarkan “atas nama Tuhan” atau “atas perintah Tuhan” untuk menyebarkan “pesan Ilahi”.

Lebih penting lagi, hal tersebut memberikan kekuasaan yang sangat besar bagi mereka yang mengetahui realitas dibalik kisah-kisah tersebut, namun menggunakannya untuk memanipulasi dan mengendalikan masyarakat. Selama masyarakat awam terlelap dalam apatisme, masa bodoh, tidak pedulian dan para kaum terpelajarnya membuang karunia dan tanggung jawab yang diberikan Tuhan berupa akal dan hati untuk berfikir mendalam, merenungkan dan mengkontemplasikan cara hidupnya dan malah menggantinya dengan taklik buta, dan ketaatan tanpa syarat pada institusi agama, selama itu pula “perbudakan” psikologis manusia, sabotase kemanusiaan tersebut akan terus terjadi.

Menutup tulisan ini, saya akan kutipkan sebuah kalimat sederhana yang dapat dijadikan petunjuk bagi kita bersama untuk dapat keluar dari lingkaran manipulatif yang telah di-install dalam kehidupan kita sekarang ini, yaitu : “seek, and you will find it—and the truth will set you FREE !!!

2 comments:

Unknown said...

Sangat menarik cerita yg anda tuliskan diatas, sayangnya apabila cerita tadi dibaca oleh orang yg sedikit iman dan akalnya bisa membuat ia menjadi atheis atau komunis. Mitos sebenarnya adalah bentuk berita di masa lalu. Dulu tidak dikenal profesi wartawan, yang ada adalah penyair. Nah para penyair ini menyampaikan berita dengan gaya berlebihan yaitu cerita dongeng atau legenda atau mitos. Anda juga menyatakan mengapa kedatangan yesus yg begitu besar tidak tercantum pada dokumen resmi. Tahukah anda siapa yesus atau isa almasih? Dia hanyalah gembala miskin, guru orang orang kecil dan juga pemimpin pemberontakan pada masanya. Sebab itulah dia tidak dicatat. Cerita tentang yesus saat ini telah mengaburkan kebenaran sejati dirinya. Yesus adalah manusia, utusan Allah untuk menjadi pemberi peringatan kepada manusia.

atoutlemonde8988 said...

belum lagi kecampur ama film'nya DAvinci Code ya.. yang juga semakin mengaburkan sejarah dengan berbagai macam distorsinya yang ambigous... satu hal yang penting yaitu tentang menjaga kelakuan kita, mengetahui hal baik dan buruk, tidak terdoktrin agama

 

Copyright 2016 Wanderers Home

Created By Yan Rezky | Designed By Zalfy Putra