All things are One. There is no polarity, no right or wrong, no disharmony, but only identity.
All is One, and that one is love/light, light/love, The One Infinite Creator...


~Ra, humble messenger of the Law of One~

Wednesday, February 25, 2009

Kisah akan Ke-terpisah-an dan Ke-tersambung-an


Hidup adalah kisah. Setiap kita merangkai kisah dan legenda pribadi kita masing-masing bahkan sejak kita masih dalam kandungan sang ibu hingga kita meniupkan nafas kita yang terakhir. Kisah pribadi kita itulah yang bersama kisah-kisah pribadi lainnya terajut menjadi satu rangkaian besar kisah kehidupan umat manusia di muka bumi.

Tema abadi dari kisah kehidupan manusia di muka bumi tersebut adalah tentang “baik lawan jahat” atau kebaikan melawan kejahatan. Kita secara umum mendefinisikan “baik” sebagai suatu bentuk perilaku yang mementingkan dan membantu orang lain. Sedangkan “jahat”, lawan atau kebalikan dari “baik” kemudian didefinisikan sebagai suatu bentuk perilaku yang mementingkan diri sendiri dengan mengorbankan orang lain.

Definisi yang saling beralawanan ini sebenarnya bersumber pada satu prinsip yang sama, yaitu keterpisahan. Jauh sebelum semesta melahirkan manusia sebagai salah satu bentuk kehidupan, seluruh bentuk kehidupan dalam kesadarannya mengetahui bahwa mereka satu adanya, dan bahwa tiap mereka merupakan bagian tak terpisahkan yang saling tersambung dalam satu jejaring eksistensi maha besar. Ini disebut kesadaran akan keutuhan atau kesatuan eksistensi.

Pada awalnya manusia secara sadar mengetahui ketersambungan eksistensinya dengan sesama manusia dan alam sekitarnya, seperti halnya yang terjadi dengan sebagian besar spesies hewan sekarang ini. Contoh paling jelas yang bisa kita lihat dewasa ini adalah ketika tsunami menghancurkan wilayah Aceh di Indonesia pada desember 2004. Begitu tim penyelamat masuk ke wilayah bencana puluhan ribu mayat manusia ditemukan, namun tidak ada ditemukan mayat binatang yang menjadi korban.

Semua spesies binatang secara kolektif telah mendapatkan intuisi tentang bahaya besar yang akan menerjang, dan secara serentak menyelamatkan diri ke daerah yang lebih tinggi.
Media berita melaporkan bahwa kelompok gajah yang sehari-harinya jinak secara spontan mencabut lepas rantai dan tiang pancang yang mengikat mereka ke tanah dan berlarian menuju puncak bukit seraya mengeluarkan suara trompet sebagai pertanda bagi hewan lain untuk mengikuti mereka. Sejenak setelah tsunami menghantam dan perlahan mereda, para gajah itu kembali pulang dan memanfaatkan postur mereka yang tinggi dan kekuatannya yang besar untuk menyelamatkan anak-anak dari lumpur dan banjir untuk kemudian membawa mereka ke tanah yang lebih tinggi.

Seperti itulah koneksi yang eksis diantara para makhluk hidup pada awalnya, saling ter-sambung-kan secara instingtif dalam satu jejaring kesadaran kolektif. Pada satu titik tertentu dalam sejarah semesta, kita secara kolektif memutuskan untuk menjelajahi dan menyelidiki akan ke-terpisah-an. Kita menginginkan, bukan hanya tubuh fisikal yang terpisah, namun juga kita secara sadar merasa terpisah dan tak terhubungkan dengan manusia lain.

Kita memang sudah mengalami keterpisahan, kita mempunyai pribadi dengan jiwa, ruh dan jasad fisik yang terpisah. Namun kita memutuskan untuk menjelajahi pengalaman akan keterpisahan sampai ke ujung perjalanan dan terlahir dengan tidak mempunyai kesadaran apapun mengenai ketersambungan kita dengan sesama manusia. Dengan kata lain, kita ingin, paling tidak satu kali, menjadi entitas yang independen dan benar-benar terpisah dari seluruh aspek semesta lainnya dalam petualangan kita dengan jasad fisikal ini.

Walaupun sejatinya kita tetap ter-sambung-kan dengan keseluruhan eksistensi, seperti halnya seluruh semesta adanya, namun kita tidak akan secara sadar menyadari atau mengetahui adanya ketersambungan tersebut. Nah, Itu baru sesuatu yang menurut kita, bisa disebut... PENGALAMAN !

Alasan dan fungsi paling mendasar akan adanya individualisasi adalah agar Sang-Pencipta dapat menjelajahi dan mendapatkan pengalaman akan keseluruhan aspek Sang-Pencipta sendiri dari berbagai sudut pandang berbeda yang tak terbatas jumlahnya.

Apakah ada yang lebih realistik, independen dan kreatif, kita bertanya kepada diri kita sendiri, dari sudut pandang seorang individu yang benar-benar independen dan kreatif, dengan seluruh perasaan, kecerdasan dan keinginan bebasnya sendiri?

Sejak saat itu, saat yang telah lama terlupakan dalam pusaran waktu, manusia terlahir ke dunia ini dimana keterpisahan menjadi realitas hidup mereka. Dalam realitas ini jugalah dunia yang dipenuhi dengan rasa ketakutan akan kekurangan dengan mudah terbentuk.

Ketika manusia lupa akan ketersambungannya dengan semesta dimana dirinya berada, sangat mudah untuk merasa tak berdaya dihadapan kebesaran dan keganasan alam. Dalam kondisi tersebut keinginan untuk tetap hidup dan survive berubah menjadi ketakutan untuk tetap hidup. Persepsi akan keterpisahan dengan mudah melahirkan keyakinan bahwa hanya tersedia sumber daya dalam jumlah tertentu untuk kelangsungan hidup seseorang yang tentu saja kemudian akan menimbulkan keinginan untuk memperebutkan sumber daya tersebut.

Ketakutan akan kemungkinan dikalahkan oleh orang lain dalam perebutan sumber daya di tengah kondisi dan lingkungan yang secara fisikal menyimpan bahaya bagi kelangsungan hidup tiap individu dapat memicu timbulnya hasrat untuk memperoleh kekuatan dan kemampuan yang melebih individu lain dengan tujuan agar merasa lebih aman dan terjamin.

Begitulah, implikasi negatif dari kesadaran keterpisahan dengan semesta dan Sumber Segala Sumber Sesuatu berkembang terus menerus seiring berlalunya waktu. Ketika manusia terus dan terus menjadi makin terpisahkan satu sama lain dikarenakan pengalaman buruk atau bahkan mengerikan dan traumatis akibat perbuatan egois orang lain, kegelapan dan kejahatan menjadi makin dalam.

Di dalam dunia ke-sendirian, dimana orang saling curiga dan manusia saling “memangsa” manusia lain, hingga tidak ada yang bisa kita percayai, kemana kita harus berpaling?

Mengetahui bahwa kegelapan dan kerusakan ini akan terjadi, Sang-Pencipta berulang kali mengirim individu yang membawa cahaya kasih sayang dan kebijaksanaan-Nya ke tengah-tengah umat manusia, untuk menjadi teladan yang baik dan menunjukkan kepada manusia jalan keluar dari lingkaran destruktif kegelapan dan kejahatan.

Kebudayaan barat sebagian besar tersentuh dengan ajaran yang secara emosional sangat transformatif dari Yesus, begitupun kebudayaan di belahan dunia yang lain juga mendapatkan para penunjuk jalan yang membawa cahaya terang dalam cara dan metode yang paling sesuai dengan kondisi mereka. Contohnya adalah jalan yang ditunjukkan oleh Buddha, Krishna, Confucius, Lao Tse dan Muhammad.

Saat ini, babak kehidupan manusia yang sekarang mendekati akhir masanya. Hari-hari sekarang ini adalah hari-hari perubahan. Frekuensi energi seluruh kehidupan di planet ini sedang meningkat ke level yang lebih tinggi guna memungkinkan babak baru kehidupan manusia dapat dimulai. Pengawal jaman yang tua ini satu demi satu berlalu, dan anak-anak baru dilahirkan, anak-anak dengan membawa frekuensi energi dan kesadaran yang selaras dengan kesadaran baru yang akan lahir.

Dunia sedang berubah, dan hari-hari ini kita menyaksikan lahirnya realitas baru di muka bumi. Harapan menggantikan ketakutan, kerjasama menggantikan persaingan, kasih sayang menggantikan kebencian, dan ketersambungan menggantikan keterpisahan.


No comments:

 

Copyright 2016 Wanderers Home

Created By Yan Rezky | Designed By Zalfy Putra